Kelangkaan minyak goreng merk Minyak Kita, sudah memasuki minggu ke 10 hingga tulisan ini dibuat. Itu artinya, 2,5 bulan sudah rakyat harus menanggung beban berat, di tengah tengah kondisi daya beli rakyat itu sendiri belum pulih ke level sebelum wabah Covid 19 melanda.
Penulis mengetahui mulai terjadinya kelangkaan minyak kota sejak awal bulan Desember 2022, dan oleh karena itu penulis langsung merilis berita yang disebar ke beberapa media online line dan instansi terkait.
Namun itu kurang memperoleh tanggapan secara memadai termasuk dari instansi terkait lantaran mungkin masih terlalu dini untuk dikatakan bahwa kelangkaan minyak kita bakal terus berlanjut, karena ada alasan yang disampaikan oleh beberapa distributor, bahwa minyak kita akan kembali normal pada awal Januari seiring kembali berjalannya ekspor CPO ke beberapa negara tujuan.
Mungkin kebanyakan orang bertanya, apa kolerasinya antara ekspor CPO dengan kelangkaan minyak kita di pasaran.
Perlu diketahui, bahwa, keberadaan minyak kita di pasaran bersandar pada regulasi DMO DPO, dan DMO sendiri berpatokan pada proporsi kebutuhan dalam negeri di konversi terhadap kuota ekspor atau Hak Ekspor (HE) yang dilakukan para produsen produk sawit Catatan penting yang perlu diketahui rakyat adalah, bahwa minyak kita sudah tidak disubsidi lagi, sebagaimana pertama kali diluncurkan pada periode kelangkaan minyak goreng sebelumnya.
Karena kelangkaan minyak kita terus berlangsung di pasaran, maka DPW APPSI Jabar, melakukan koordinasi dengan Kabid PDN Indag Jabar, agar pemerintah segera melakukan langkah langkah mencari penyebab langkanya minyak kita. Hasil koordinasi, alhamdulillah Dinas Indag Jabar merespon dengan cepat, dengan cara melakukan zoom meeting
Beberapa pihak yang diundang dalam zoom itu adalah Dinas yang terkait dengan perdagangan Kab kota se Jabar, DPW APPSI, DPW APRINDO dan Kementerian Perdagangan yang diwakili oleh Direktur Bapokting Kemendag RI.
Validasi dan Sistem Konversi DMO
Sebagaimana diuraikan di atas, keberadaan minyak kita bersandar pada regulasi DMO dan DPO. DMO adalah domestic market obligation sebagai patokan volume kebutuhan minyak goreng untuk dalam negeri. Sedangkan DPO adalah domestic price obligation, merupakan patokan harga untuk minyak kita, melalui HET yang saat ini ditetapkan seharga Rp 14.000 per liter
Dalam kaitan kebutuhan minyak goreng dalam negeri, Pemerintah menetapkan prosentase DMO sebesar 30% dari HE CPO nasional.
Berdasarkan data yang disampaikan Direktur Bapokting saat zoom diketahui, volume HE CPO nasional sebesar 25.385.744 ton per tahun. Artinya, kalau kemudian nilai DMO 30% x 25.385.744 ton, Maka volume aktual alokasi kebutuhan minyak goreng dalam negeri adalah 7.715.723 ton per tahun atau 634.643 ton per bulan. Dari volumen itu kuota untuk minyak curah dan minyak kita sebesar 300.000 ton per bulan atau hanya 47,27% dari kebutuhan minyak goreng nasional.
Sampai pada saat zoom dilakukan, Direktur Bapokting menyampaikan bahwa dari HE sebesar 25 juta ton lebih baru sebesar 76% persetujuan ekspor (PE) yang dikeluarkan atau setara dengan 19,37 ton lebib. dan dari jumlah itu baru diterbitkan Persetujuan ekspor barang (PEB) sebesar 72% atau setara dengan 18,38 ton lebih.
Kekangkaan minyak kita kalau dianalisis dari data data di atas, epodusen buka mengkonversi terhadap total HE sebesar 25 jt lebih tetapi terhadap PEB yang jumlahnya sebesar 18,38 jt ton lebih. Dengan demikian dapat diketahui kenapa Minyak kita langka?? Karena kuota kebutuhan dalam negeri tidak dipasok sepenuhnya, yaitu 30% x 25,385 jt ton = 7,6 jt tob lebih, tetapi 30% x 18,38 jt ton lebih atau hanya sekitar 5,5 jt ton lebih atau 459 ribu ton per bulan minyak kita plus curah. Dari jumlah itu alokasi minyak kita hanya 47% lebih, yaitu kalau 459 ribu x 47% = 215 ribu ton per bulan minhak curah dan minyak kifa. Dari kuota curah dan kemasan saja masih kekurangan pasokan sebesar 85 ribu ton per bulan. Jadi wajar kalau minyak kita langka.
Berdasarkan laporan dari beberapa daerah, alhamdulillah minyak kita per hari ini, mulai lagi ada distribusi ke pasar pasar, meski masih dalam jumlah sangat terbatas, dan di beberapa pasar, pasokan minyak kita disertai praktek tidak fair, dimana pemasok mewajibkan pedagang yang membeli minyak kita harus melakukan bundling dengan komoditas lain yang tidak laku. Tentu saja cara cara itu sangat memberatkan dan merugikan pedagang
Mencermati uraian di atas, maka, hal yang harus memperoleh perhatian pemerintah, antara lain :
- Mewajibkan Prdusen mengkonversi nilai DMO terhadap total HE bukan terhadap nilai PEB
- Bila itu tetap sulit dijalankan, tetapkan volume kebutuhan riil minyak goreng dalam negeri dalam kuota langsung total volume aktual per tahun, sehingga akan diketahui total rata rata per bulan nya
- Berikan sanksi tegas terhadap produsen yang tidak mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
- Pemerintah dan aparat terkait harus melakukan tindakan tegas terhadap pemasok minyak kita yang melakukan praktek bundling, karena sangat merugikan pedagang.
Bandung, 15 Februari 2023
H. Nandang Sudrajat
Ketua DPW APPSI JABAR
Sekjen DPP PAPERA