Krisis krisis dan krisis. Itulah yang disampaikan oleh FAO sebagai salah satu badan PBB yang mengurusi masalah pangan dunia
FAO sudah mempredeksi akan terjadi krisis pangan dunia yang disebabkan oleh berbagai faktor. Semua negara berlomba lomba berbenah dan mencoba mencari solusi agar rakyatnya terlindungi dari krisis pangan
Pangan dalam konteks nasional, wabil khusus dalam kaitan perencanaan, pengadaan, dan distribusi sampai ke rakyat sebagai konsumen, tidak akan terlepas dari unsur pasar rakyat sebagai sarana distribusi akhir yang berhadapan langsung dengan rakyat.
Artinya, pasar rakyat sesungguhnya merupakan jangkar distribusi kebutuhan pangan rakyat yang keberadaannya sampai di peloksok negeri
Peran pasar rakyat sebagai distribusi bahan pangan yang bersifat strategis, belum sepenuhnya di pahami oleh sebahagian aparatur pemerintahan. Padahal di lain, pihak mereka sendiri dengan secara otomatis menjadikan pasar rakyat sebagai acuan indikator tingkat inflasi di daerahnya. TPID atau Tim pengendali inflasi daerah akan mengambil referensi dalam melakukan pemantauannya nilai inflasinya ke pasar pasar rakyat.
Tapi solusi yang disodorkan untuk menekan inflasi bukannya mempergunakan pasar sebagai instrumen ekonomi, malah membuat berbagai kegiatan bazar dan pasar murah yang secara langsung justru membunuh pasar rakyat, sebagai salah satu infrasttuktur ekonomi sesungguhnya.
Perilaku itu, kembali dipertontonkan oleh beberapa pemerintah daerah provinsi, dalam menekan inflasi akibat adanya kebijakan kenaikan BBM bersubsidi, dengan cara menggelar operasi pasar, pasar murah bahkan bagi bagi bahan pokok gratis dengan alasan untuk menekan tingkat inflasi.
Kalau pola operasi pasar, pasar murah, ataupun bantuan sosial dijadikan instrumen pengendalian inflasi di masing masing daerahnya, maka haqqul yakin, itu hanyalah program sesaat yang menyesatkan, karena itu bentuk manipulasi nilai inflasi yang rendah secara semu.
Secara kuantitas pada saat kegiatan yang bersifat sesaat tersebut, bisa jadi tingkat inflasi akan rendah. Tetapi, apabila itu dijadikan untuk mencapai nilai kualitas diyakini malah akan bermuara pada krisis.
Kenapa demikian?? Nilai pengendalian inflasi yang hanya dijawab oleh sebuah program bersifat sesaat, tidak akan mampu menjadi pondasi ketahanan yang akan menjawab tantangan persoalan yang ada.
Kalau Pemerintah Pemerintah Daerah hanya ingin dinilai mampu mengendalikan nilai inflasi rendah, melalui program sesaat berupa operasi pasar, pasar murah atau bantuan sosial. Itu namanya kamuflase inflasi, yang secara langsung justru menjerumuskan rakyat pada jurang krisis dan krisis. Karena rakyat, tidak dibekali kemampuan dan kesempatan untuk bisa mandiri melalui kesempatan dan pemerataan berusaha serta pendapatan.
Dalam konteks ini, sudah waktunya baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, untuk move on atau berhijrah dari program solusi yang bersifat sesaat kepada program yang bersifat sistematis dan kuat. Dengan menjadikan pasar rakyat sebagai benteng dan basis ekonomi kerakyatan sebagaimana amanat Aline ke 4 Pembukaan UUD 45 dan Pasal 33 UUD 1945
Sampai kapan kita akan berpura pura kuat padahal kropos. Dan akan dimulai kapan pemerintah dan pemerintah daerah, akan memulai menyodorkan solusi pengendalian inflasi dan penanggulangan krisis serta gejolak harga harga melalui pendekatan sistem ???
Ataukah bangsa ini akan terus dan terus hanya menjadi pihak yang menengadahkan tangan di bawah, bukan menjadi pemberi dengan posisi tangan di atas???
Kalau saja negara tidak ada solusi yang bersifat sistematis dan jangka panjang, maka krisis pangan sebagaimana diramalkan oleh FAO, bagi Indonesia bukan karena tidak adanya lahan produktif, tetapi diakibatkan oleh salah urus karena lebih enjoy melalui program sesaat untuk penetingan sesaat, tapi akan membawa bencana jangka panjang. Na’udzubiqa mindzaliq
Wallohu’alam bisshowab
Bandung, 9 September 2022
NANG SUDRAJAT
Sekjen DPP PAPERA
Ketua DPW APPSI Jawa Barat