Senin, 12 September 2022, Ketua DPW APPSI Jabar Nandang Sudrajat menjadi salah satu Nara sumber dalam dialog dampak kenaikan BBM terhadap kondisi ekonomi di Jawa Barat, yang ditayangkan secara live oleh TVRI Jabar.
Dalam kesempatan dialog tersebut, hadir 4 narasumber sekaligus, yaitu ASDA II Setda Provinsi Jabar Bidang ekonomi dan Pembangunan M Fautik Budi Sandoso, Ekonom Unpad Yayan, Pejabat Dinas Perhubungan Jawa Barat Agus Dikdik, dan H Nandang Sudrajat.
Pada kesempatan dialog tersebut, ASDA II Jabar memaparkan kondisi ekonomi Jabar, khususnya tingkat inflasi di Jawa Barat sebelum dan sesudah kenaikan BBM.
Sementara itu berkaitan dengan penanggulangan dampak dari kenaikan harga BBM, direncanakan Pemda Jabar akan melakukan operasi pasar, bazar murah dengan nilai total anggaran kurang lebih IDR 80 miliar.
Pada bagian lain Yayan sebagai ekonomi lebih memaparkan data data normatif tentang kenaikan harga BBM dimana harga di Indonesia masih di bawah harga keekonomian. Dan pada kondisi tertentu nilai itu semakin membengkak sehingga membuat jebol APBN
Sedangkan Dikdik, dari Dinas Perhubungan Jabar, menjelaskan bahwa yang diatur dalam penentuan tarif angkutan umum hanyalah transportasi umum yang beroperasi di dalam propinsi AKDP dan AKAP, sementara untuk transportasi logistik dan bahan pokok diserahkan kepada mekanisme pasar.
APPSI Jawa Barat Tolak Kenaikan Harga BBM
Nandang Sudrajat menanggapi tentang kenaikan harga BBM secara tegas menolak, karena di satu sisi memberatkan pedagang, dan di sisi lain kebijakan turunannya justru “membunuh” pedagang.
Lebih lanjut, dalam konteks, menanggapi Paparan ASDA II, Nandang menyampaikan bahwa kebijakan turunan dari langkah menaikkan harga BBM seharusnya jangan bantalan sosial melalui dana tunai, tetapi melalui penguatan basis ekonomi guna melakukan pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan rakyat. Jadi harusnya penguatan ekonomi di bawah jangan dikasih ikan.
Kalau dalam bentuk tunai kurang efektif dan ada kecenderungan dipakai untuk hal-hal yang justru bukan untuk membeli bahan pokok tetapi misalnya dibelikan kuota pulsa.
Di Jawa Barat, dalam konteks sistem logistik sudah terbentuk Pusat Distribusi Provinsi atau PDP, yang telah mempunyai landasan regulasi berupa Perda Nomor 1 Tahun 2022 tentang PDP.
“Jadi harusnya penanggulangan dampak gejolak harga pangan yang diakibatkan oleh apapun dukungannya bisa melalui PDP tersebut. Coba dana untuk melakukan penanggulangan dampak di Jawa Barat rata rata tiap kabupaten kota itu mengeluarkan dana antara 5 sampai 7 miliar ditambah pemprov sebesar 80 miliar lebih. Sedangkan di Jawa Barat ada 27 kabupaten kota. Artinya, se-Jabar akan ada dana kurang lebih sekitar 250 miliar. Itu sebuah nilai yang cukup besar dan bisa dijadikan kekuatan untuk pengadaan buffer stock pangan yang bisa digunakan dalam menanggulangi gejolak pangan,” terang Nandang melanjutkan.
Saat ini dana-dana tersebut digunakan untuk operasi pasar, Nandang menjelaskan bahwa justru hal tersebutlah yang akan “membunuh” keberadaan pasar dan pedagang pasar. Ia juga mengatakan APPSI menolak operasi pasar yang tidak masuk ke dalam pasar.
Dalam kesempatan menanggapi tentang PDP, ASDA II, menjelaskan bahwa untuk masalah PDP terus dilakukan upaya dan sekarang berproses melalui BUMD AGRO JABAR.